Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work

4.17.2015

[9] Catatan KKN Atambua 2013 : Libur Lebaran di Kefamenanu (Kolam Renang Oeluan, Kota Kefamenanu, Sonaf Maslete, Pantai Tanjung Bastian)


Tanjung Bastian Beach, Timor Tengah Utara, NTT

Libur lebaran di Atambua? Nggak boleh disia-siakan donk. Harus jalan!! Hehehe. Sebagai daerah dengan mayoritas Nasrani, perayaan lebaran disini tidaklah terlalu semeriah di Jawa. Perayaan tersebut hanya terpusat di kota, dan kebanyakan umat Muslim yang merayakannya merupakan pendatang dari Jawa, NTB maupun Sulawesi.
Karena kebetulan saya dan Dito tidak merayakan Idul Fitri, maka terbersitlah keinginan tiba-tiba untuk traveling. Menjelajah bagian lain dari Pulau Timor yang dari kedatangan pertama kali seakan dibiarkan tak tersentuh.

Ane: “Kemana nih, Soe aja ya? Kayaknya banyak tempat wisata alam bagus disana, secara kan pegunungan.”

Dito: “Boleh, yaudah siap-siap dulu ya.” Buset dah, abstrak banget dah rencananya ini. Ngomong langsung main berangkat hahaha.

Ane: “Ajak siapa gitu yo, daripada berdua aja. Rinel aja ya.”

Dito: “OK, ok. Rinel aja.”

Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang saat itu, tiba-tiba ane tersadar akankah efektif jika ke Soe sekarang? Karena perjalanan Atambua-Soe saja sudah akan menghabiskan 5-6 jam. Apakah mudah mencari penginapan saat sudah sampai Soe? Apakah yang akan kita lakukan saat sampai, cari penginapan dan langsung tidur, membuang satu hari dengan percuma? Maksud ane, yah kalau ke Soe harusnya berangkat pagi-pagi dari Atambua.

Akhirnya ane mengusulkan Kota Kefamenanu saja sebagai tujuan wisata kali ini terkait jaraknya hanya 2 jam dari Atambua, untungnya Dito setuju. Secara umum Kefa merupakan sebuah kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan /ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara. Jadi ceritanya, Kefa ini merupakan kota yang didirikan Belanda dalam usahanya untuk menguasai Pulau Timor, tapi niatnya itu terhalang oleh Portugis yang udah berkuasa duluan terutama di dekat Distrik Oekusi. Parahnya, beberapa raja kecil disekitar saat itu udah cinta duluan ma Portugis, jadilah mereka dukung Portugis ngusir Belanda dari Kefa. Wkwkwk, kasian de lu! Tapi akhirnya hubungan Portugis dengan beberapa raja kecil tersebut retak dan mereka gantian memihak Belanda, meninggalkan Portugis yang patah hati, nah gimana sih? Semua sejarah perselingkuhan menarik ini telah mendorong ane dan dito untuk mengeksplor Kefa. Pertanyaan pun diajukan, apakah ada drama lain? Kita lihat saja nanti.

Kota Kefamenanu dapat dijelajah dalam sehari karena memang kota yang terletak di Lembah Bikomi ini tidak terlalu besar. Setelah makan di sebuah warung makan Jawa yang bentuk WC nya sangat aneh (posisi WC lebih tinggi daripada bak air, sehingga air cipratan dari WC berpotensi untuk masuk ke bak air bersih hehehe), kami memutuskan pergi ke Kolam Renang Oeluan, yang ‘konon’ kata tukang ojeknya bagus. “Bagus atuh neng, ada aer terjunnya. “ Kami yang nggak tahu apa-apa oke saja.

Naik ojek cukup pegel karena ternyata Kolam Renang Oeluan ini jauh juga yaitu sekitar 20 km dari Kota Kefamenanu dengan tarif ojek per orang Rp 20.000/sekali jalan. Jika ingin lebih murah, alternatif transportasi lainnya adalah naik bus jurusan Kefa-Atambua dan minta turun di Kolam Renang Oeluan. Biayanya mungkin sekitar Rp 5000 sd Rp 10000.

Sepanjang jalan, ane disuguhi oleh pemandangan alam yang sangat memanjakan mata yaitu perbukitan dengan latar padang savana, benar-benar sesuatu yang jarang ane lihat di Jawa gan. Setelah kurang lebih setengah jam berkendara, sampailah ane di Kolam Renang Oeluan. Awalnya ane udah ngarep bakal mendapatkan sebuah kolam renang alami dengan air terjun gitu gan, sesuai penuturan tukang ojek, tapi ternyata........

hanya ada sebuah kolam renang buatan yang airnya penuh dedaunan serta terlihat sangat kurang perawatan.  Sebagai seseorang yang peduli dengan wisata, sebenarnya kawasan wisata oeluan ini sangat berpotensi jika pemerintah daerah mau memberikan perhatian. Lokasinya sangat strategis untuk tempat peristirahatan pengemudi jarak jauh (di pinggir jalan trans-timor Kefa-Soe), udaranya sejuk karena banyak pepohonan tinggi serta rindang di sekitarnya, terdapat sumber air dan konon katanya memang ada air terjun meskipun kami tidak menjumpainya. Fasilitas yang tersedia disini hanya sebuah rumah panggung dan tempat duduk seadanya. Seharusnya kawasan ini bisa dikembangkan dengan pembersihan dan penggantian air kolam secara berkala, pembuatan jalan buatan setapak, pemberian mainan anak-anak seperti ayunan, pembuatan tempat duduk-tempat duduk sederhana berbentuk lopo yang lebih nyaman, dan lain-lain. Kalau kesini ane sarankan membawa tikar dan bekal makanan/minuman gan.
Ini dia gan kenampakan Kolam Renang Oeluan

Melihat seperti ini, kami pun cepat bosan dan memutuskan kembali ke Kota Kefa menuju destinasi selanjutnya yaitu Sonaf Maslete (Istana Maslete). Sonaf Maslete ini cukup dekat gan, hanya berjarak 4 km dari pusat kota. Sonaf Maslete ini merupakan bangunan warisan para leluhur Kerajaan Sanak dan keturunannya gan. Konon katanya Suku Sanak ini dahulunya merupakan suku mayoritas yang berkuasa di wilayah ini. Suku ini bahkan duduk sebagai raja, menguasai semua Kafetoran.


Kenampakan Sonaf Maslete. Bangunannya bukan seperti kerajaan 
megah gan, kenampakannya mirip seperti rumah adat.

Nah, bisa dikatakan Sonaf Maslete ini tuh pusat pemerintahannya gan di zaman dahulu. Sonaf ini menjadi istana tempat tinggal raja Kafetoran Bikomi yang berada di bawah pemerintahan Miomafo. Daerah ini terbagi atas delapan kafetoran. Yang meliputi Aplal dijabat oleh suku Thall, Oeltoko oleh Fam Kune, Naktimun oleh Uis Ulin, Oemuti oleh Lake, Tunbaba oleh Sakunab, dan Manamas oleh Meko. Semua suku yang berada di bawah kekuasaan Maslete ini harus tunduk kepada raja gan, karena mereka percaya, raja adalah manusia setengah dewa! Raja mempunyai kekuatan supranatural, sehingga bisa menciptakan entah kesejahteraan ataupun bencana alam. Seorang raja dianggap sebagai tokoh sentral dalam berhubungan dengan Yang Kuasa. Yang Kuasa disini maksudnya Uis Neno (Tuhan di atas sana) yang secara phisik dikenali sebagai matahari. Uis Oel (Tuhan Penjaga Air) atau kubangan air yang mengalir. Dan Uis Pah (Tuhan Penjaga Bumi) atau tanah dimana tanaman tumbuh.
Bagian luar Sonaf Maslete gan. Meja dan kursi di bagian tengah itu untuk 
tempat duduk raja, kursi di sebelah kanan pojok dan kiri pojok untuk penasehat
raja.

Ini dia gan tempat duduk Raja. Sangat sederhana.

ini untuk tempat persembahan gan

Nah, disinilah, di Sonaf Maslete inilah yang bisa dijadikan sebagai tempat memohon sesuatu. Sekarang ini, suku-suku yang masuk Sonaf Maslete ini terdiri atas dua puluh satu sub-keluarga yang tersebar di seluruh daratan Timor Tengah Utara. Beranggotakan 547 orang.

Kami sampai di Sonaf Maslete di waktu yang kurang tepat karena mama raja baru saja pergi dari Sonaf, dan kuncinya dibawa oleh beliau jadilah kami disana hanya berbincang sejenak dengan para tetua mengenai ritual serta pamali disini. Tapi ada yang serem gan, kata salah satu tetua, kalau pas jalan di dalam sonaf kakinya nggak sengaja tersandung n kita jatuh, itu artinya pamali n bakal MATI. Tapi jikalau bisa masuk pun sebenarnya gak masalah gan, karena sudah cukup banyak turis lokal/mancanegara yang berkunjung. Semuanya baik-baik saja asal tidak berbuat yang aneh-aneh. Yang bisa dilihat di dalam Sonaf nantinya adalah barang-barang antik peninggalan sejarah serta cerita tentang peran para Raja Timor kala perang.
Di salah satu atap sonaf, bisa dijumpai ini gan. Semacam patung-patung yang merefleksikan raja-raja yang memimpin Sonaf Maslete.

Menunggu Mama Raja cukup lama, ane pun mulai berbincang dengan para mama serta bapa disitu. Kebetulan saat itu kita belum dapat penginapan, dan ane ini suka sesuatu yang gratisan, jadilah ane berusaha memancing salah satu mama disitu supaya ditawari tinggal di rumahnya malem ini. Berhasil sih gan, salah satu dari mereka akhirnya menawari, tapi karena ada salah satu dari kami yang keberatan, akhirnya nginep di penginapan ‘Kasih’ di Kota. Buset dah, ane paling nggak suka sebenarnya kalau membuang tawaran menginap kayak gini hahaha.

Penginapan Kasih ini berada di Jalan El Tari nomor telepon (0388) 31093 dengan tarif Rp 100.000/malam (Agustus 2013). Menurut ane cukup rekomended kok gan, fasilitasnya ada 2 kasur, kamar mandi dalam, cermin dan meja. Selesai berbenah dan mandi, kami segera melanjutkan perjalanan untuk menjelajah Kota Kefa di malam hari. Rencananya esok kami akan mengunjungi Pantai Tanjung Bastian, yang menurut website adalah salah satu pantai terindah di NTT.
Tidak banyak yang bisa dilihat di Kota Kefa pada malam hari. Di sepanjang jalan terdapat banyak toko pakaian, toko kelontong, pedagang kaki lima seperti penjual gorengan, masakan Jawa, dan lain-lain. Kami sempat bertemu dengan rombongan konvoi yang merayakan Idul Fitri. Cukup seru pengalaman kami malam itu. Kami makan malam dengan gulai di warung makan Jawa. Setelah kurang lebih 2 jam berjalan, kami kembali ke penginapan untuk persiapan jalan esok pagi. 
Hotel kasih, recommended gan!

Pagi-pagi, kami sudah bersiap untuk ke Terminal Kefamenanu. Tujuan kami hari ini, Pantai Tanjung Bastian, dapat ditempuh dengan bus DAMRI yang stand by sejak jam 7 pagi di terminal namun baru benar-benar berangkat jam 9 sampai 9.30.
Perjalanan Kefa-Tanjung Bastian benar-benar memberikan pemandangan terindah selama pengalaman traveling ane. Perjalanan tersebut membelah pegunungan sehingga ane benar-benar bisa melihat Pulau Timor dari atas. Semakin menjauh dari kota, ane menjadi semakin mengerti kehidupan masyarakat NTT yang memang masih jauh dari kata standar. Jalanan rusak dan berlubang-lubang merupakan hal biasa bagi mereka. Air bersih? Jangan ditanya. Kadang mereka harus berjalan berkilo-kilo hanya untuk mendapatkan beberapa jerigen air bersih.
Sepanjang jalan dari Tanjung Bastian ke Kefamenanu, indah!

Dua setengah jam kemudian, sampai juga kami di Tanjung Bastian gan. Tiket masuknya seharga Rp 3000/orang (Agustus 2013-Januari 2014). Menurut ane sangat worth it karena memang pantainya biru dan bersih banget gan. Selain itu pantainya cukup dangkal sehingga aman saja untuk berenang sampai 50 meter dari bibir pantai. Suasana pantai cukup ramai karena memang saat itu sedang dilangsungkan final pacuan kuda. Ada arena pacuan kuda juga di pesisir pantai. How Fun!


Tanjung Bastian Beach!!

Kami yang sangat antusias pun segera saja nyebur ke laut. Teriknya panas matahari sudah tidak kami pedulikan lagi, saat itu yang terlintas di pikiran hanya segarnya air laut. Wkwkwk. Kebetulan ada batang pohon hanyut, segeralah kami gunakan sebagai pegangan dan papan seluncur dadakan wkwkwk. Cukup lama kami bermain sampai sekitar jam 3 sore.
Akhirnya karena hari semakin sore, kami pun segera ganti pakaian dan bersiap untuk pulang. Pertanyaannya, pulang PAKAI APA? Tidak ada bus umum yang bisa mengantarkan kami baik dari Tanjung Bastian ke Kefamenanu maupun Tanjung Bastian ke Atambua. Ladelah, piye iki? Wkwkwk. Kenyataan ini membuat kami berdiri cukup lama di pinggir jalan tanpa solusi apa-apa hahaha.

Tiba-tiba ane melihat ada satu keluarga yang bersiap-siap mau pulang......menggunakan MOBIL PICK UP!! Wah kesempatan nih, batin ane. Siapa tau bisa nebeng. Ane pun segera bertanya ke Bapak itu dan ternyata mereka akan menuju Kota Kefa, dan kita bisa nebeng gratis! Yeahhh!! Hahaha.

Menempuh perjalanan pulang ini bukan hal mudah gan, seperti ane bilang di awal bahwa perjalanan Kefa-Tanjung Bastian ini melewati pegunungan, bisa ditebak donk ya. DINGIiiiiIInn... Karena jaket ane pinjamkan Rinel, ane pun pakai sarung ibunya yang ada di bak mobil. Perjalanan ini sempat dihambat oleh pecahnya ban di kampung kecil yang ane nggak tau namanya. Akhirnya kami baru nyampe Kefa malem harinya, dan karena bapak ini terlalu baik, kami diantarkan ke pool bus dan akhirnya melanjutkan perjalanan dengan bus malam ke Atambua. Pengalaman yang tak terlupakan.